Tak sampai di situ, Hafizh remaja juga harus mengalami situasi yang berat karena kehilangan ibunya. Padahal ibunya adalah sosok yang setia menemaninya untuk melakukan pengobatan dan merawat ketika di rumah. Namun seiring berjalannya waktu, anak kedua dari lima bersaudara itu mulai bisa menerima keadaan dan belajar menghadapi penyakitnya sendiri. Terlebih pengobatan untuk hemofilia terus mengalami perkembangan.
Masalah tak berhenti sampai di situ. Hafizh juga sedikit kesulitan untuk menemukan pekerjaan dan pendamping hidup dengan kondisinya yang memiliki hemofilia. Pada pekerjaan, dia harus menemukan perusahaan yang mau menerima kondisinya dan mengizinkan dia untuk berobat ke rumah sakit paling tidak satu minggu sekali. Begitu juga saat mencari pasangan hidup, dia bukan hanya sekadar harus meyakinkan perempuan yang dipilihnya tapi juga pihak keluarga besar.
“Saya waktu lamar kerja selalu bilang minta waktu 1 hari untuk ke rumah sakit dan menawarkan menggantinya di hari lain. Pokoknya berusaha menggantikan waktu produktif. Kalau masalah pasangan hidup, sejak awal saya sudah mempersiapkan diri untuk tidak berharap terlalu banyak. Sebab bisa saja perempuannya menerima kondisi saya tetapi keluarganya tidak,” papar Hafizh.
BACA JUGA : Unggah Foto Terbaru di Instagram, Ani Yudhoyono Ungkap Permintaannya!
Beruntung, karena kemampuannya Hafizh dapat diterima bekerja oleh perusahaan yang mau mengerti kondisinya. Saat ini dia bekerja sebagai chief product officer di salah satu perusahaan start-up. Sedangkan dalam kehidupan pribadinya, dia berhasil menemukan perempuan dan keluarga yang mau menerimanya. Kini dia telah menikah dan memiliki satu orang anak laki-laki berusia satu tahun yang bebas dari hemofilia.
(Dinno Baskoro)