BANGSA Eropa, seperti Portugis, Spanyol dan Belanda pada abad ke-15 silam berebut datang ke Ternate, Maluku Utara (Malut) karena tertarik dengan keberadaan rempah-rempah di daerah yang dikenal sebagai negeri para raja ini.
Jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa itu, para pedagang dari Tiongkok dan Arab sudah bolak balik ke Ternate untuk membeli rempah-rempah, khususnya cengkih dan pala, yang kala itu merupakan komoditas perdagangan yang paling mahal dan diminati di dunia.
Pemerintah Kota Ternate mengharapkan keberadaan rempah-rempah di Ternate dapat kembali menjadi daya tarik bagi masyarakat di seluruh penjuru dunia berkunjung ke daerah ini. Baik untuk berbisnis rempah-rempah maupun sebagai wisatawan.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan harapan itu adalah mengembangkan Ternate menjadi destinasi wisata rempah-rempah, tanpa mengabaikan pengembangan Ternate sebagai destinasi wisata budaya dan sejarah, yang sudah dilakukan sebelumnya.
Pengembangan Ternate sebagai destinasi wisata rempah-rempah diimplementasikan dalam berbagai progam, di antaranya penataan dan revitalisasi semua terkait dengan rempah-rempah, seperti penataan kawasan cengkih afo.
Cengkih afo yang terletak di Kelurahan Marikurubu, Kecamatan Kota Ternate Tengah adalah cengkih yang telah berusia 400 tahun lebih atau merupakan cengkih tertua di dunia.
Selain itu, melakukan peremajaan terhadap seluruh tanaman cengkih dan pala yang telah berusia tua milik petani di daerah berpenduduk 200-ribu jiwa lebih ini, dengan memberikan bantuan bibit serta melarang pengalihfungsian lahan perkebunan cengkih dan pala.
Pemkot juga melakukan revitalisasi seluruh benteng peninggalan bangsa Eropa di Ternate, di antaranya Benteng Oranje yang dibangun Belanda pada abad ke-16 dengan memanfaatkan dukungan anggaran dari pemerintah pusat.
Untuk menyemarakan Ternate sebagai destinasi wisata rempah, Pemkot juga akan membangun museum rempah yang akan menyajikan berbagai benda dan informasi mengenai rempah sejak zaman dulu hingga sekarang.
Selain itu, Pemkot akan membangun pasar rempah di Kota Baru, Kecamatan Kota Ternate Selatan yang nantinya akan menjadi pusat perdagangan rempah, baik rempah yang dihasilkan dari Ternate maupun dari kabupaten/kota lainnya di provinsi ini.
Pemkot sudah mengusulkan anggaran untuk pembangunan pasar rempah, yang merupakan pertama di Indonesia itu ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebesar Rp12 miliar, namun sesuai hasil kordinasi dengan pihak Kemendag yang disetujui baru Rp6 miliar.
IKM rempah-rempah Pengembangan Ternate sebagai destinasi wisata rempah-rempah diharapkan tidak hanya berdampak terhadap peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke daerah ini, tetapi juga memberi kontribusi terhadap ekonomi masyarakat dan perkembangan aktivitas usaha yang terkait dengan komoditas beraroma ini.
(Baca Juga: Tahukah Anda di Mana Teori Evolusi Ditulis? Ternate Jawabannya)
(Foto: Geospotter)
Oleh karena itu, Pemkot Ternate mendorong pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM), khususnya yang memanfaatkan bahan baku rempah-rempah dengan memberikan bantuan pemodalan, peralatan dan pelatihan.
IMK berbahan baku rempah-rempah itu di antaranya yang menghasilkan produk olahan pala, seperti sirup pala yang selain menawarkan cita rasa lezat, juga sebagai obat herbal untuk penyembuhan berbagai jenis penyakit, misalnya gangguan pencernaan, tekanan darah tinggi dan insomnia (sulit tidur).
Selain itu, produk olahan selain pala yang menyajikan cita rasa nikmat jika dikonsumsi bersama roti kering dan manisan pala, yang dapat membunuh bakteri dalam mulut dan menghilangkan bau mulut.
(Baca Juga: 3 Kasus Perselingkuhan Terheboh di Indonesia)
Kopi rempah juga menjadi salah satu produk IKM berbahan rempah-rempah yang terus didorong pengembangannya. Kopi rempah-rempah dulunya menjadi minuman istimewa para sultan di Ternate itu, ternyata sangat diminati para penikmat kopi dari dalam dan luar negeri.
Pemkot Ternate juga mendorong pengembangan IKM yang menghasilkan produk kerajinan dari bahan rempah-rempah, seperti miniatur kapal layar dan berbagai hiasan lainnya dari bunga bahan cengkih serta kerajinan kayu berbentuk rempah-rempah, seperti buah pala yang didesain sebagai gantungan kunci.
IKM yang menghasilkan produk kerajinan untuk kebutuhan busana dengan ciri khas rempah-rempah dikembangkan dalam bentuk kerajinan batik. Motifnya berupa gambar pala dan cengkih serta perwarnaannya menggunakan bahan dari rempah-rempah.
Pemkot Ternate juga menyediakan paket wisata rempah-rempah, yang dapat dimanfaatkan wisatawan untuk mengunjungi seluruh objek wisata rempah-rempah. Termasuk IKM yang memproduksi olahan rempah-rempah, seperti sirup pala, sehingga wisatawan bisa melihat langsung proses produksinya.
Untuk memudahkan wisatawan mendapatkan produk IKM dari bahan rempah-rempah, termasuk produk khas lainnya di Ternate, Pemkot telah membangun swalayan taranoate yang menjual semua produk itu serta pasar wisata.
Pemkot Ternate optimistis melalui berbagai terobosan yang dilakukan di bidang kepariwisataan, seperti pengembangan Ternate menjadi destinasi wisata rempah-rempah itu, akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawa mancanegara yang selama ini masih dibawah 5.000 orang per tahun menjadi di atas 20.000 orang per tahun.
Setiap wisatawan yang berkunjung ke Ternate diharapkan selain mendapatkan kepuasan atas keindahan dan kekhasan objek wisata di daerah ini, khususnya objek wisata rempah-rempah, juga mereka merasa tidak lengkap berkunjung ke Ternate tanpa membawa pulang cindera mata berupa berbagai produk IKM setempat.