JAKARTA - Global Geopark Cakdera Toba kembali mendapatkan green card atau kartu hijau dari UNESCO. Keputusan itu ditetapkan berdasarkan hasil sidang The UNESCO Global Geoparks Council.
Global Geopark Cakdera Toba, ada bersama 43 geopark yang direvalidasi. Termasuk di antaranya adalah Geopark Ciletuh-Palabuhan Ratu, dan geopark Rinjani-Lombok.
“Kartu hijau menandakan perpanjangan status Geopark Global UNESCO selama empat tahun, sedangkan kartu kuning membatasi perpanjangan hingga dua tahun, sehingga memberikan waktu bagi geopark untuk menindaklanjuti rekomendasi Dewan,” demikian tertulis dalam laman unesco.org.
Keputusan kembalinya status green card untuk Toba Caldera dicapai dalam sidang UNESCO Global Geopark di Chile pada 5-6 September 2025.
Dalam sidang tersebut, tim evaluator yang melakukan asesmen langsung di kawasan Geopark Caldera Toba, Prof. Dr. Jose Rotrigues Brilha dari Protugal, dan Prof Dr. Jeon Young Mun dari Korea Selatan, menyampaikan laporannya.
Berdasarkan laporan tim asesmen, tata kelola Geopark Caldera Toba sudah memenuhi rekomendasi UNESCO Global Geopark. Setelah kembali mendapat green card, Geopark Caldera Toba akan direvalidasi lagi pada empat tahun ke depan.
Revalidasi dilakukan untuk menjaga kualitas Geopark Global UNESCO. Kartu hijau menandakan perpanjangan status Geopark Global UNESCO selama empat tahun, sedangkan kartu kuning membatasi perpanjangan hingga dua tahun, sehingga memberikan waktu bagi geopark untuk menindaklanjuti rekomendasi UNESCO.
Menanggapi itu, Anggota Komisi VII DPR RI Bane Raja Manalu menyambut positif kembalinya status green card (kartu hijau) untuk Geopark Global UNESCO Caldera Toba.
Kembalinya status green card pada Geopark Caldera Toba, ucap Bane, harus dijaga bersama-sama, termasuk pelestarian dan pemanfaatan untuk ilmu pengetahuan dan peningkatan ekonomi.
“Ini adalah buah manis dari perjuangan semua stakeholder. Setelah ini, tata kelola Geopark Toba harus lebih baik dan terasa manfaatnya untuk masyarakat,” ungkap Bane, di Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Politikus PDI Perjuangan itu kembali menyerukan pentingnya penetapan zonasi tata kelola kawasan Danau Toba. Seperti zona wisata kekhususan (edukasi-penelitian), maupun zonasi wisata massal.
“Tujuannya agar keanekaragaman hayati kawasan Danau Toba tetap terjaga namun tetap mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” ujar Bane.
“Masyarakat juga harus diajak dan disiapkan untuk terlibat dalam pelestarian dan pengembangan kawasan Danau Toba,” sambungnya.
Bane menyampaikan, dirinya akan melihat langsung untuk memastikan rekomendasi UNESCO benar dijalankan di seluruh geosite yang ditetapkan. Pengelola Geopark dan Kementerian Pariwisata harus memastikan hadirnya manfaat ekonomi sekaligus keberlangsungan ekosistem di kawasan Danau Toba.
“Temuan lapangan saya sebagai anggota DPR, Geosite Desa Meat Balige, Geosite Haranggaol Simalungun, Geosite di Tipang Humbang Hasundutan belum memenuhi syarat yang ditetapkan UNESCO,” ungkap Bane.
“Saya tetap apresiasi green card yang sudah diberi, tapi kami di Fraksi PDI perjuangan menginginkan lebih dari sekadar sertifikat, tapi harus ada keberlangsungan ekosistem sekaligus manfaat untuk rakyat yang tinggal di kawasan Danau Toba,” pungkasnya.
(Khafid Mardiyansyah)