RIWAYAT pendidikan dr. Ayu Paramaiswari, mencuat usai tuai kontroversi terkait kasus viral dokter yang bunuh diri akibat perundungan. Dirinya menjadi pusat perhatian baru-baru ini setelah keluarkan komentarnya yang viral di media sosial.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. Ayu Paramaiswari, baru-baru ini menjadi perbincangan hangat setelah status WhatsApp-nya terkait kasus bunuh diri seorang dokter muda PPDS di RSUP Kariadi viral di media sosial.
Dalam status tersebut, dr. Ayu mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap pemberitaan kasus tersebut dan menyarankan calon PPDS untuk mundur jika tidak kuat menghadapi tantangan.
Pernyataan ini menimbulkan hujatan dari netizen yang menilai bahwa dr. Ayu menunjukkan kurangnya empati terhadap kasus tersebut dan para junior yang menghadapi perundungan.
Riwayat Pendidikan dr. Ayu Paramaiswari
Pendidikan Profesi
Dokter Ayu Paramaiswari memulai pendidikan kedokterannya di Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya, dan menyelesaikan program profesi dokter pada 1994. Pendidikan ini memberikan dasar yang kukuh dalam praktik medis, mempersiapkannya untuk menghadapi berbagai tantangan dalam dunia kedokteran.
Spesialisasi Penyakit Dalam (Sp-1)
Setelah menyelesaikan pendidikan profesi, dr. Ayu melanjutkan studi spesialisasi di bidang penyakit dalam di Universitas Airlangga, yang selesai pada 2006. Pendidikan spesialisasi ini memperdalam pengetahuannya dalam diagnosis dan pengelolaan penyakit internal, meningkatkan keahliannya sebagai seorang dokter spesialis.
Pendidikan Lanjutan dan Spesialisasi (Sp-2)
Untuk melanjutkan pengembangan profesionalnya, dr. Ayu mengambil program spesialisasi lanjutan (Sp-2) di Universitas Gadjah Mada (UGM), yang diselesaikan pada 2014. Program ini memberi dr. Ayu keahlian tambahan dalam reumatologi, memperkaya kompetensinya dalam bidang penyakit dalam yang lebih spesifik.
Inilah riwayat pendidikan dr. Ayu Paramaiswari. Dengan pendidikan profesi dari UNAIR dan spesialisasi lanjutan dari UGM, mencerminkan komitmennya terhadap bidang kedokteran. Namun, pernyataannya baru-baru ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk lebih memperhatikan empati dan sensitivitas dalam profesi medis.
(Leonardus Selwyn)