TES genomic mulai menjadi tren di dunia kesehatan sejak beberapa waktu lalu. Tes genomic ini merupakan proses analisis DNA untuk mengidentifikasi variasi genetic. Dari hasil tersebut, pasien akan mendapatkan banyak informasi tentang dirinya.
Tes genomic biasanya hanya dilakukan sekali swab dan bisa memberikan hasil yang signifikan dan membantu seseorang untuk mengetahui lebih dalam bagaimana karakteristiknya. Mulai dari seputar kesehatan risiko penyakit di kemudian hari, bakat seseorang, sifat, pola diet yang cocok, olahraga yang sesuai dengan genetic pasien, hingga kondisi kesehatan mental.
Dokter spesialis gizi klinis National Hospital Surabaya, dr Christina Rusli SpGK menjelaskan tes genomic dilakukan sekali seumur hidup. Dalam sekali swab, dapat diketahui 360 hasil laporan dari tes genomic.
“Ratusan tersebut diklasifikasikan menjadi 19 kategori, antara lain, Integumentary System, Skeletal System, Nervous System, Visual System, Lymphoid System & Immunity, Respiratory System, Female Reproductive System, Sport Genomics, Behavioral Genetics, Personality, Cognitive Hereditary, Nutrition, Circulation System, Diet, Digestive, Endocrine System, Urinary, Mental Health Condition, dan Male Reproductive System,” tutur dr Christina dalam webinar peluncuran nutrigenomics National Hospital Silurabaya, baru-baru ini.

Dokter Christina menambahkan pemeriksaan tes genomics ini tidak ada batasan usia. Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pasien sebelum menjalankan tes tersebut.
“Sebelum tes, pasien akan diminta untuk puasa makan dan minum, kecuali air putih 60 menit sebelum melakukan tes 360 DNA. Tingkat akurasi hasil pemeriksaan DNA lebih dari 98,5 persen,” kata dr Christina.
Lebih lanjut dr Christina mengatakan darites genomic ini, pasien akan memahami bagaimana gen memengaruhi pemilihan nutrisi dan kebugaran melalui nutrigenomik dan sportgenomik. Selain itu, informasi genetic yang diperoleh dari pemeriksaan dapat digunakan untuk personalisasi pengobatan.
Dengan memahami bagaimana seseorang bakal merespons terhadap suatu obat, maka demikian dokter dapat memilih pengobatan yang paling efektif.
“Goals akhirnya adalah seseorang bisa mendapatkan pengobatan yang tepat atau precision medicine,” katanya.
(Leonardus Selwyn)