JUDI ONLINE menjadi topik pembicaraan yang hangat saat ini. Hal tersebut setelah Presiden Joko Widodo turun tangan menanganinya.
Keseriusan pemerintah untuk memerangi judi online, ditunjukkan dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online yang dipimpin oleh Menteri Koordinasi Bidang Politik Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto. Satgas ini bergerak berdasarkan Keputusan Presiden nomor 21 Tahun 2024.
Presiden Joko Widodo dalam keterangannya pada Rabu, 12 Juni 2024 di Istana Presiden mengatakan, keseriusan pemerintah lainnya yakni memblokir situs judi online sebanyak 2,1 juta daring. Jokowi mengatakan, permainan judi online ini memiliki sifat transnasional dan melibatkan berbagai yurisdiksi sehingga pentingnya peran serta masyarakat dalam membendung perjudian.
“Salah satu pertahanan yang paling penting adalah pertahanan dari masyarakat kita sendiri serta pertahanan pribadi,” tegasnya.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membekukan lebih dari 3.200 rekening senilai RP138 miliar yang diduga terkait dengan judi online. Angka tersebut terbilang lebih kecil jika dibandingkan dengan kerugian negara akibat judi online yang mencapai Rp200 triliun pada 2023.

Judi Online kian menjamur karena para pemainnya mengalami rasa ingin bermain terus sehingga menimbulkan candu. Jika ini dibiarkan, maka para pemain bisa melakukan berbagai cara atau menghalalkan segala macam upaya agar tetap bisa bermain judi online.
Kemudian pertanyaannya, mengapa bermain judi online menjadi candu? Meski awalnya dilakukan dengan cara iseng hingga mampu mengorbankan apapun demi bisa bermain judi online.
Psikolog asal Depok, Meity Arianty, mengatakan, secara ilmiah judi online dapat melepas dopamin saat pelakunya menang. Saat itu, otak melepaskan dopamin, neurotransmitter yang terkait dengan perasaan senang dan penghargaan.
Sensasi itu, lanjut Meity, dapat membuat seseorang ingin terus bermain untuk mendapatkan kembali perasaan tersebut. Hal ini sama kecanduan seperti melakukan seks, menonton pornografi atau bermain game,
"Sensasi ini yang dapat membuat seseorang ingin terus bermain untuk mendapatkan kembali perasaan tersebut. Sama seperti seks, menonton pornografi, atau bermain game," tutur Meity Arianty.
Selain itu, lanjut Meity, ada faktor psikologis lainnya yang bisa memengaruhi seseorang dapat kecanduan bermain judi online. "Faktor stres, depresi, atau kesepian yang ini dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi kecanduan judi online, menjadikan judi sebagai pelarian atau obat," tutur Meity Arianty.
Sementara itu, permainan judi online ini ternyata juga digemari oleh anak muda. Inilah yang membuat pemerintah semakin geram atas maraknya judi online.
Konseler dan Hipnoterapis, Lieke Puspasari, M.S.M., M. Psi., C.H., C.Ht mengatakan, beberapa faktor yang menyebabkan banyak generasi muda kecanduan judi online. Lieke menjelaskan permainan judi online ini bisa mendatangkan kesenangan instan dan itu banyak disukai anak muda.
“Karena serba instan, FOMO (fear of missing out) dan ingin serba cepat. Nah judi online ini bisa memberikan kebahagiaan itu dengan sangat cepat,” ungkap Lieke.

Pada dasarnya, pelaku judi online bisa sembuh jika mau berkorban dan memiliki semangat yang tinggi untuk sembuh. Diperlukan terapi dan pendampingan khusus agar pelaku tidak kembali tergoda dan kembali bermain judi online kembali.
“Bisa saja (sembuh), karena yang sembuh banyak, yang bisa keluar banyak. Tapi perjuangannya luar biasa. Tidak mudah keluar dari adiksi ini dan tidak semudah ketika mereka pertama kali mencoba,” papar Lieke.
Lieke mengatakan, terapi akan terbantu bila seorang pecandu judi online sudah memiliki kesadaran sendiri untuk berubah. “Ketika kesadaran itu muncul, menuju ke kesembuhan dapat terbantu. Kalau belum, ya kita coba terapi kognitifnya bahwa dampak buruknya jauh lebih banyak,” tambah Lieke.
Selain kesadaran dari pecandu judi online, peran dan dukungan keluarga sangatlah penting untuk kesembuhan mereka. Mirisnya, banyak pecandu judi online yang memiliki niat sembuh, namun kembali lagi terjerumus karena hilangnya dukungan dan kepercayaan dari lingkungan sekitar.
Hal ini bisa berdampak pada psikis pecandu judi online, bahkan bisa mempersulit kesembuhan mereka. Untuk itu, dukungan dan keyakinan sembuh dari keluarga maupun pecandu judi online harus ada.
“Untuk bisa berhenti butuh tekad yang kuat. Bahkan ada yang sudah niat sekali untuk berhenti, namun karena keluarga sudah tidak ada yang mau menerima, nah itu akhirnya main (judi online) lagi,” papar Lieke.
Pada kesempatan yang sama, Psikolog asal Depok, Meity Arianty, menyebut semua upaya yang dilakukan oleh para pencandu dan keluarga untuk bebas dari judi onile, tidak lepas dari kesungguhan serta andil besar pemerintah dalam memberantas judi online.
Peran tersebut dinilai Meity sangat besar artinya sehingga para pencandu judi online tidak kembali terpapar. Termasuk melibatkan selebrity dan selebgram agar tidak lagi mempromosikan judi online.
"Fokus pada akarnya, tutup bandarnya dan beri hukuman berat bagi bandarnya dan sosialisasikan terkait hukuman bagi pelaku, pengguna, pemakai, user atau siapapun yang terlibat," tutur Meity Arianty.
Tidak hanya itu, pemblokira situs judi online secara masif dianggap bisa mengurangi pelaku judi online kembali terpapar.
"Blokir situs-situs judi online bukannya buat wacana blunder yang bertele-tele sampai makan korban lebih banyak saking lambannya penanganannya," ucap Meity Arianty.
(Kemas Irawan Nurrachman)