NEGARA Singapura saat ini masih berjibaku atas penyebaran COVID-19 varian KP.1 dan KP.2. Peningkatan kasus COVID-19 yang cukup signifikan, membuat negara yang memiliki simbol Kepala Singa tersebut cukup serius menanganinya.
Data dari Kementrian Kesehatan Singapura (MOH) pada 5-11 Mei 2024, tercatat 25.900 kasus dibandingkan pekan sebelumnya sebanyak 13.700 kasus. Rata-rata rawat inap harian akibat COVID-19 meningkat menjadi sekira 250 dari 181 pada minggu sebelumnya.
Pemerintah setempat pun gencar mengimbau agar warga-nya untuk melakukan vaksinasi. Pasalnya, vaksinasi dinilai masih bisa menangkal penyebaran COVID-19 varian KP.1 dan KP.2 yang kini tengah merebak.
"Kementerian Kesehatan terus memantau dengan cermat lintasan gelombang ini. Untuk melindungi kapasitas tempat tidur rumah sakit dan sebagai tindakan pencegahan, rumah sakit umum telah diminta untuk mengurangi kasus operasi selektif yang tidak mendesak, dan memindahkan pasien yang sesuai ke fasilitas perawatan seperti Fasilitas Perawatan Transisi atau di rumah," tulis Kementrian Kesehatan Singapura dalam laman resminya.
Kementrian Kesehatan Singapura memastikan, COVID-19 varian JN.1 dan sub-garis keturunannya, termasuk KP.1 dan KP.2, tetap menjadi varian COVID-19 yang dominan.
"Per 3 Mei 2024, Organisasi Kesehatan Dunia telah mengklasifikasikan KP.2 sebagai Varian Dalam Pemantauan. Saat ini tidak ada indikasi, baik secara global maupun lokal, bahwa KP.1 dan KP.2 lebih mudah menular atau menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian lain yang beredar," tulisnya.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Kondisi peningkatan kasus Covid di Singapura menyita perhatian Indonesia. Apalagi, kasus Covid di Indonesia dengan varian JN.1 juga mengalami peningkatan.
Menurut data laporan mingguan nasional Covid-19 Kemenkes periode 12-18 Mei 2024, terdapat 19 kasus konfirmasi, 44 kasus rawat ICU, dan 153 kasus rawat isolasi. Tren positivity rate mingguan berada di angka 0,65 persen dan nol kematian. Tren orang yang dites per minggu pun mencapai 2.474 orang.
Disitat dari EMC Healthcare, varian virus corona JN.1 merupakan turunan dari varian BA.2.86 yang dikenal juga dengan varian Pirola dari Omicron. Varian ini pertama kali terdeteksi di Amerika Serikat pada September 2023 dan menjadi varian virus paling umum yang menyebar di seluruh negeri.
Pasien yang terkena varian ini memiliki ciri yakni:
1. Demam
2. Batuk
3. Sesak Napas
4. Kehilangan Rasa atau penciuman
5. Kelelahan
6. Nyeri tubuh
Sebelum lebih jauh, mari kita lihat apa perbedaan varian Covid-19 yang ada di Indonesia dengan Singapura?
Perbedaan COVID-19 Varian JN.1, KP.1, dan KP.2
Sekadar diketahui, varian Covid-19 yang ada di Singapura yakni KP.1 dan KP.2, sedangkan di Indonesia varian JN.1, kemudian pertanyaanya apakah perbedaan di antara ketiga.
Menyitat laporan Channel News Asia (CNA), Covid-19 varian KP.1 dan KP.2 masuk dalam subvarian baru yang disebut 'FLiRT'. Semua strain yang tergolong dalam 'FLiRT' merupakan keturunan varian JN.1, cabang dari Omicron.
Pada kasus Singapura, strain KP.2 dilaporkan lebih cepat menular ketimbang KP.1. Tak hanya itu, Ahli Virologi Universitas Columbia dr David Ho melaporkan kalau KP.2 lebih mungkin menghindari pertahanan kekebalan tubuh, dibandingkan KP.1 maupun JN.1
"KP.2 bahkan dapat melawan pertahanan vaksin Covid-19 jenis terbaru, karena vaksin itu menargetkan XBB.1.5, varian yang berbeda dari JN.1," kata dr David Ho.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mengklasifikasikan KP.2 sebagai Varian Dalam Pemantauan (VUM).
KP.2 sendiri pertama kali teridentifikasi di India pada Januari 2024. Setelah ditemukan, varian itu mulai menyebar di banyak negara, termasuk ditemukan kasusnya di Amerika Serikat, Tiongkok, Thailand, Australia, Selandia Baru, Inggris, dan Singapura.
Jadi pada dasarnya, KP.1, KP.2 dan JN.1 adalah satu keluarga. Poin ini yang mesti dicatat, dengan begitu gejala yang ditimbulkan dari ketiga varian Covid-19 tersebut tak jauh berbeda.
Profesor Andy Pekosz dari Sekolah Kesehatan Masyarakat John Hopkins Bloomberg mengatakan, pihaknya melihat ketiga varian Covid-19 tersebut cenderung menyebabkan gejala ringan di tubuh manusia.
"Kenapa jadi lebih ringan, bukan karena virusnya lemah, tapi kekebalan tubuh kita yang lebih kuat dibandingkan virus tersebut," katanya.
Di kasus yang lebih kecil, pasien mungkin mengalami gejala diare, mual, dan muntah. Bahkan untuk kasus Covid-19 sekarang ini jarang sekali ditemukan pasien mengeluhkan gejala kehilangan indera perasa dan penciuman.
Apa yang Harus Dilakukan?
Kementerian Kesehatan RI pun mengeluarkan imbauan agar masyarakat kembali menjalani gaya hidup bersih dan sehat. Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril mengatakan, kebiasaan baik tersebut terbukti dapat mencegah seseorang terinfeksi penyakit, termasuk Covid-19.
"Perilaku hidup bersih dan sehat seperti rajin cuci tangan dan menjalankan etika batuk atau bersin yang tepat, merupakan langkah kewaspadaan dan pencegahan yang disarankan untuk saat ini," kata Syahril dalam keterangan resminya.
Dia pun mengimbau agar masyarakat yang saat ini sedang sakit untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Tak lupa, Syahril mengingatkan untuk tetap menggunakan masker jika berada di luar rumah.
"Hindari kontak dengan banyak orang juga kalau memang lagi sakit. Ini perlu dilakukan agar tidak menularkan penyakit ke orang lain," kata Syahril.
Selain melakukan gaya hidup bersih dan sehat, langkah pencegahan lainnya yang bisa dilakukan dengan vaksinasi lengkap dan booster, terutama bagi kelompok usia lanjut atau orang dengan komorbiditas (penyakit penyerta).
"Kami juga mengimbau agar segera vaksinasi Covid-19 lengkap dan booster, terutama bagi kelompok usia lanjut dan orang dengan komorbiditas untuk mencegah penyakit," tulisnya.
(Kemas Irawan Nurrachman)