Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Dikenal Keramat, Begini Asal-usul Hutan Larangan Cireundeu Cimahi

Ferry Bangkit Rizki , Jurnalis-Kamis, 30 November 2023 |16:15 WIB
Dikenal Keramat, Begini Asal-usul Hutan Larangan Cireundeu Cimahi
Jalan setapak menuju Hutan Larangan di Kampung Adat Cireundeu, Leuwigajah, Cimahi Selatan, Jawa Barat. (Foto: MPI/Ferry Bangkit Rizki)
A
A
A

HUTAN larangan di Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat jadi tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat. Kondisinya masih rapat dan hijau dengan ragam flora dan faunanya, yang tumbuh subur.

Ada larangan dan pantangannya jika ingin memasuki hutan larangan yang berada di kawasan Kampung Adat Cireundeu, sebuah tempat yang masih memegang teguh kelestarian tradisi dan budaya dari nenek moyang di tengah hingar bingar perkotaan di Cimahi.

"Hutan larangan itu konsepnya seserahan. Bukan kita tidak boleh masuk ke situ, tapi jangan sampai merusak alam," kata Sesepuh Kampung Adat Cireundeu, Abah Widi, Kamis (30/11/2023).

Kampung Adat Cireundeu sendiri berada di sebuah lembah yang diapit tiga gunung yakni Kunci, Cimenteng, dan Gajahlangu yang memiliki bentang alam yang menawan. Pesonanya berpendar lantaran kearifan lokal warga dalam mengelola anugerah alam. Suasana ala perkampungan masih sangat terasa dan berbeda jauh dengan wilayah lainnya di Kota Cimahi.

 BACA JUGA:

Di balik pesona alamnya, di Kampung Adat Cireundeu terdapat juga Hutan Tutupan, Baladahan, hingga Puncak Salam. Konon, tempat ini tak bisa dimasuki secara sembarangan. Dahulu, warga yang hendak menjajakan kaki diwajibkan untuk mutih atau puasa total.

Namun kekinian Hutan Larangan, Hutan Tutupan, Baladahan, hingga Puncak Salam ramai dikunjungi oleh masyarakat umum. Pengunjung pun diperbolehkan masuk ke hutan larangan, dengan syarat melepas alas kaki baik sandal maupun sepatu.

 Ilustrasi

Kampung Adat Cireundeu, Cimahi. (MPI/Ferry Bangkit)

Aturan untuk memasuki kawasan yang dianggap keramat itu hingga kini masih diterapkan. Yakni tidak menggunakan alas kaki hingga tak mengenakan pakaian berwarna merah. Hal itu dilakukan, karena masyarakat adat Cireundeu percaya bahwa manusia dan alam merupakan suatu kesatuan.

Tidak mengenakan alas kaki dilakukan agar manusia merasakan sentuhan alam secara langsung. Melepas alas kaki menggambarkan kepercayaan bahwa 'Gusti anu ngasih' (Tuhan yang mengasihi), 'alam anu ngasah' (alam yang mendidik) dan 'manusa nu ngasuh' (manusia yang menjaga).

 BACA JUGA:

"Itu memang ada yang harus dipikirkan aturan Adat. Memang seperti itu kalau dibebaskan alam akan rusak, karena semua berani," jelas Abah Widi.

Selain itu, masyarakat juga dilarang memikat dan berburu satwa di lokasi-lokasi tersebut. Warga yang membutuhkan pohon untuk ditebang pun diperbolehkan, hanya saja dengan catatan harus ada pohon penggantinya yang ditanam. Hal itulah yang ditanamkan di Kampung Adat Cireundeu.

Sebab, kata dia, urusan adat di wilayahnya ada yang dinamakan makhluk cicing (diam) seperti pepohonan. Kemudian makhluk polang anting seperti satwa hingga makhluk eling yakni manusia.

 Ilustrasi

"Jadi kalau ada orang bawa senapan angin ke sini, abah suruh pulang lagi. Jangan ganggu hewan yang ada di Cireundeu karena itu keindahan alam. Mudah-mudahan kita sadar jangan sampai sembarangan merusak alam, merusak tanaman," beber dia.

 BACA JUGA:

Asal mula penamaan Kampung Cireundeu sendiri berasal dari 'Pohon Rendeu' dimana kampung ini pernah ditumbuhi banyak sekali pohon tersebut. Pohon Rendeu kerap digunakan sebagai bahan obat herbal. Oleh karena itu, masyarakat mulai menyebutnya sebagai Kampung Cireundeu.

Kampung ini masih memegang erat tradisi dan budaya para leluhur ditengah derasnya kemajuan zaman. Kampung Adat Cireundeu sendiri memiliki luas 64 hektare terdiri dari 60 hektare untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman. Sebagian besar penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan hingga saat ini.

(Salman Mardira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement