Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kenapa Pesawat Tidak Terbang di Tibet? Simak Penjelasannya

Hafid Fuad , Jurnalis-Selasa, 29 Agustus 2023 |13:00 WIB
Kenapa Pesawat Tidak Terbang di Tibet? Simak Penjelasannya
Ilustrasi pesawat (Foto: Freepik)
A
A
A

LANGIT Tibet termasuk wilayah yang sangat dihindari dalam penerbangan. Nah, kenapa pesawat sampai tidak mau terbang melintasi negara yang dijuluki Atap Dunia ini?

Ada sejumlah alasan teknis dan non-teknis kenapa pesawat tidak mau terbang di langit Tibet, negara yang terletak di antara peradaban kuno India dan China.

Melansir dari Simple Flying, penyebab pesawat sangat sedikit melintasi Tibet salah satunya karena wilayah itu jarang dihuni penduduk dan terdiri dari kontur pegunungan. Tibet memiliki ketinggian rata-rata mencapai lebih dari 4.500 meter dari atas permukaan laut.

 BACA JUGA:

Dengan minimnya jumlah penduduk di sana, membuat hanya ada sedikit penerbangan menuju ataupun dari wilayah tersebut. Bahkan bila ditotal, seluruh wilayah di sana hanya menyumbang 0,2% dari populasi negeri China.

Tibet punya bandara internasional di kota Lhasa dan Xining. Rute penerbangan umumnya menuju ke China dan beberapa kota regional yang banyak dilayani oleh maskapai Tibet Airlines.

 

Namun maskapai penerbangan lainnya akan menghindari Tibet sekalipun wilayah tersebut merupakan rute dengan jarak pendek.

Alasan utama pesawat menghindari wilayah Tibet tentu saja adalah karena tingginya rata-rata ketinggian pegunungan di sana. Area ini berada di ketinggian lebih dari 14.000 kaki. Pesawat tentu saja, terbang berada di ketinggian jauh lebih tinggi. Namun harus diingat terdapat prosedur kondisi darurat, seperti penurunan tekanan kabin dan harus turun hingga 10.000 kaki sebelum dialihkan ke bandara.

 BACA JUGA:

Kondisi yang setinggi ini tentu membuat pesawat tidak akan mampu turun hingga batas aman. Sekalipun ada oksigen yang disediakan untuk penumpang, namun persediaan ini tentunya terbatas.

Namun yang lebih berbahaya lainnya, adalah jumlah bandara untuk pengalihan yang terbatas. Maskapai penerbangan pun memilih untuk tidak mengunjungi wilayah Tibet sama sekali. Hal ini demi menghindari situasi dimana pesawat tidak dapat mendarat dengan cukup cepat.

Poin yang kedua adalah turbulensi akibat arus udara yang bergerak naik turun secara bergelombang dan kecepatannya pun berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti panas matahari, kondisi cuaca, dan pegunungan. Arus udara akan naik melewati pegunungan sehingga menimbulkan gangguan arus.

Turbulensi akan lebih sering terjadi dan sulit dihindari di wilayah pegunungan tinggi. Hal ini tentu saja akan mengganggu kenyamanan penumpang dan bahkan dapat membuat situasi darurat dan jadi lebih berbahaya.

Alasan terakhir juga terkait dengan pegunungan. Ada kondisi temperatur yang jauh lebih rendah hingga menyebabkan bahan bakar pesawat berisiko membeku. Bahan bakar Jet A1 standar memiliki titik beku -47 Celcius.

 Ilustrasi

Suhu level itu memang jarang terjadi, terutama dalam jangka lama. Namun dengan ketinggian di atas pegunungan dengan suhu dingin, terdapat peningkatan risiko untuk terjadinya hal ini. Terlebih bagi penerbangan jarak jauh yang berkepanjangan tentu besar kemungkinan terjadi masalah.

Harus diketahui bila pembekuan bahan bakar pesawat dapat menyebabkan kecelakaan fatal. Pada tahun 2008, pesawat dari British Airways melakukan 38 pendaratan darurat di London. Itu terpaksa dilakukan usai kristal es yang terbentuk dalam campuran bahan bakar dan menyumbat mesin, menyebabkan pesawat jatuh di landasan pacu. Beruntung, tidak ada korban jiwa pada saat itu.

(Salman Mardira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement