MENYAKSIKAN orang terdekat hanyut di sungai atau laut, pasti menimbulkan trauma mendalam. Apalagi jika ia keluarga atau kerabat dekat.
Ketua Program Studi Terapan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Rose Mini Agoes Salim menjelaskan, sebenarnya kondisi seseorang mengalami trauma berat atau tidak, tergantung bagaimana dia mempersepsikan kejadian itu.

“Kalau dia pikir, dia lihat kakaknya atau saudaranya hanyut tapi tidak menjadikan itu sebagai sesuatu akibat saya, enggak akan trauma terlalu berat. Bagaimana dia mempersepsikan kejadian itu pada waktu peristiwa itu terjadi sangat berpengaruh,” ucap wanita yang akrab disapa Bunda Romi.
Bunda Romi menambahkan, jika seseorang yang kehilangan keluarganya karena hanyut, dan berpikir itu semua salahnya maka akan jadi trauma berat. Sebab apa yang terjadi itu pasti kemudian disimpan di dalam pikirannya dan masuk ke alam bawah sadarnya.
“Mungkin nanti harus ada pembicaraan secara logis tentang apa yang terjadi. Misalnya trauma takut sama air atau apa itu harus pelan-pelan,” tambahnya.
BACA JUGA:Asmara Abigail Mengaku Sering Dibully Guru Sekolah Sampai Trauma
Lebih lanjut Bunda Romi mengatakan bila seseorang itu lalu mengalami perubahan perilaku seperti tidak mau keluar sama temannya dan ingin sendiri, itu bukan trauma tapi lebih karena masih dalam keadaan berduka.
“Kadang orang disekitarnya nyuruh melupakan dengan bilang ‘dia sudah enak di sana’ atau apa gitu. Mereka lupa kalau itu nggak semudah itu. Tiap orang punya waktu ruang yang kemudian mereka melewati masa dukanya,” ucapnya.
Bunda Romi menambahkan setiap orang memiliki cara sendiri untuk mengekspresikan kesedihannya dan juga membutuhkan waktu luang untuk mengespresikan itu.
“Mengekspresikan kesedihan bisa banyak cara. Misalnya kaya melukis atau puisi. Biarkan dia melakukan itu karena butuh waktu,” tutup Bunda Romi.
(Dyah Ratna Meta Novia)