HARI peringatan tembakau sedunia jatuh tepat pada Kamis, 31 Mei 2018 ini. Meskipun telah diperingati sejak 1987 atau sekira 31 tahun lalu, tetap saja masih banyak orang yang merokok, bahkan ketagihan rokok.
Untuk mengendalikan jumlah perokok di Indonesia, pemerintah lewat Kementerian Kesehatan telah membuat banyak kebijakan, tujuannya agar dapat mengendalikan rokok dan perokok di Indonesia. Namun, kebijakan tersebut butuh dukungan dari semua elemen masyarakat, yang hingga saat ini masih terbilang sedikit.
“Banyak sekali kebijakan yang sudah dibuat untuk pengendalian tembakau di Indonesia. Namun, sayangnya ada dukungan satu langkah kita di global yang belum disepakati pemerintah, Presiden Indonesia belum mau menandatangani FTCT, yang berupa kesepakatan global untuk pengendalian tembakau di masing-masing negara,” papar dr. Sylviana Andinisari, M.Sc, sebagai Kepala Seksi Gangguan Metabolik Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dalam acara Diskusi Media Kampanye Novonordisk Ramadan dan Diabetes, kemarin di Jakarta.
Kementerian Kesehatan sudah membuat kebijakan di ruang publik yang tidak mengizinkan merokok dan harus bebas asap rokok. Tapi, kenyataannya, sampai saat ini masih dapat dengan mudah ditemukan orang-orang yang merokok di mall dan bahkan lingkungan sekolah, yang seharusnya sudah tidak boleh.
“Jadi, yang kurang adalah ketika Kementerian Kesehatan membuat kebijakan menegakkan hukumnya, belum mendapatkan dukungan sepenuhnya. Kita sudah tek tok sama lembaga lain tapi belum sepenuhnya didukung,” imbuhnya.
Jika kembali ditelaah, sudah banyak kebijakan yang sudah dibuat pemerintah, salah satunya iklan rokok di atas jam 10 malam, yang merupakan kebijakan dari Kementerian Kesehatan. Selain itu, di bungkus rokok ada gambar dan tulisan yang memperingatkan perokok, tapi tetap saja rokok masih dibeli dan dihisap.
“Kami juga membuat kebijakan di rumah orang tidak boleh merokok di dalam rumah. Jadi, minta tolong bapak dan ibu agar menyuruh keluarga yang perokok untuk merokok di luar rumah atau halaman. Karena sangat terbukti merokok di lingkungan rumah, ibu-ibu dan anak-anak yang terkena dampak jangka panjangnya, risiko kanker juga meningkat,” sambungnya.
Orang-orang yang terpapar asap rokok dapat berisiko lebih besar untuk terkena penyakit, seperti kanker payudara, kanker kolon, kanker serviks, dan kanker lainnya. Sylviana mengatakan, kebijakan sudah cukup banyak yang dibuat, tapi dukungan dan komitmen pemerintah di luar Kementerian Kesehatan lah yang masih sedikit.
(Helmi Ade Saputra)