JAKARTA - Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo) berduka atas berpulannya Pakubuwono XIII (PB XIII) Hangabehi. Hari ini jenzah pun akan dimakamkan dengan penuh kehormatan di kompleks Astana Pajimatan Imogiri, Yogyakarta.
Karton Solo pun diselimuti dengan nuansa hitam, termasuk pelawat. Tidak terkecuali ketika rombongan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwana X. Tampak Ratu dan putri-putri Keraton Yogyakarta pun menggunakan busana hitam. Begitu juga saat pejabat dan tokoh hadir di Keraton Solo.
(Suasana Duka di Keraton Solo. Foto: Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat)
Hitam memiliki makna tersendiri bagi Budaya Jawa. Dikutip dari Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Kemendibud. Warna dalam Budaya Jawa memiliki makna tersendiri, seperti kuning melambangkan segala sesuatu yang mengandung makna ketuhanan, merah melambangkan keberanian.
Sementara Putih melambangkan kesucian, ungu (warna gelap) melambangkan berkabung, hijau melambangkan ramah tamah, perdamaian dan ketentraman, hitam melambangkan keabadian.
Sementara itu, merujuk pada jurnal of Antiques dalam riset bertajuk The Evolution of Mourning Wear mengungkapkan bahwa busana hitam juga diterapkan oleh budaya Barat.
Para sejarawan menelusuri tradisi Kekaisaran Romawi, ketika orang-orang mengenakan toga berwarna gelap yang disebut toga pulla saat menghadiri pemakaman. Pilihan warna gelap ini menunjukkan bahwa mereka sedang berduka atas kepergian orang yang mereka cintai.
Tradisi pemakaman ini segera menyebar ke Inggris. Pada era Ratu Victoria, saat suaminya meninggal dunia mengenakan pakaian hitam selama setahun penuh untuk mengungkapkan rasa duka cita mereka dan menjadi tradisi hingga kini.
(Rani Hardjanti)