DIABETES melitus merupakan penyakit yang menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia 2019 yaitu sekitar 57,42 kematian per 100 ribu penduduk. Data International Diabetes Federation (IDF) mencatat bahwa jumlah penderita diabetes 2021 di Indonesia meningkat pesat dalam sepuluh tahun terakhir.
Jumlah tersebut diperkirakan dapat mencapai 28,57 juta pada 2045 atau lebih besar 47 persen dibandingkan dengan jumlah 19,47 juta pada 2021. Bagi para penderita diabetes, tentunya harus waspada, karena penyakit ini menyebabkan kondisi kelainan pada mata, yakni retinopati diabetika (RD).
Guru Besar dan Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, Sp.M(K), M.Epi, PhD, menjelaskan retinopati diabetika merupakan salah satu bentuk komplikasi diabetes, yang paling sering dijumpai dan penyebab gangguan penglihatan utama di dunia.
“Kondisi ini terjadi karena kadar gula yang tinggi mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah retina mata, terutama di jaringan-jaringan yang sensitif terhadap cahaya,” ujar Prof Bayu dalam Webinar Peluncuran Peta Jalan Kesehatan Penglihatan 2025-2030 Pada Hari Penglihatan Sedunia 2024, Jumat (11/10/2024).
Prof Bayu menjelaskan kondisi ini dapat diderita oleh siapapun yang menderita diabetes tipe 1 maupun 2, terutama mereka yang gula darahnya tidak terkontrol.
“Dan biasanya mereka yang menderita diabetes dalam jangka waktu yang lama,” katanya.
Lantas apa saja gejala retinopati diabetika?
Pada awalnya, RD seringkali hanya menunjukkan gejala ringan, atau bahkan tidak menimbulkan gejala sama sekali. Namun apabila tidak ditangani, RD dapat menyebabkan kebutaan.
“Oleh karena itu, penderita diabetes selalu disarankan untuk melakukan pemeriksaan mata rutin setidaknya satu kali dalam setahun meskipun tidak merasakan keluhan apapun pada mata,” katanya.
Di Indonesia, RD menjadi sebuah permasalahan kesehatan masyarakat yang sangat penting, karena berdampak tidak hanya pada kualitas manajemen diabetes namun juga kualitas hidup, produktivitas kerja, dan meningkatnya beban layanan kesehatan secara keseluruhan.
Untuk itu, penyelesaian permasalahan RD di Indonesia memerlukan pendekatan berbagai dimensi dengan berbagai area kepakaran. Dalam rangka peringatan Hari Penglihatan Sedunia 2024, Kementerian Kesehatan bersama dengan para pemangku kepentingan menyelenggarakan acara diseminasi dan peluncuran Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030.
Peta jalan ini akan menjadi panduan bagi upaya penanganan masalah kesehatan mata di Indonesia, dengan salah satu fokus utama adalah retinopati diabetika (RD). Sejalan dengan hal tersebut, di dalam Peta Jalan ini telah di formulasikan target capaian untuk RD di Indonesia serta beberapa strategi, intervensi dan rencana operasional yang mencakup berbagai pilar sistem kesehatan.
“Kolaborasi pentahelix akan sangat diperlukan dalam mengatasi permasalahan kesehatan mata pada diabetes untuk dapat menggerakkan semua dimensi. Oleh karena itu, suatu bentuk konsorsium yang mempertemukan berbagai elemen mulai dari para ahli, pemangku kebijakan pusat dan daerah, peneliti, pelaksana sektor kesehatan publik dan swasta, serta masyarakat, memiliki peran sangat penting dalam mengoptimalkan kesehatan mata pada diabetes di Indonesia,” ujar Prof Bayu.
“Dengan semangat gotong royong, kita perlu bekerja sama untuk menjaga kesehatan penglihatan dan meningkatkan kualitas hidup jutaan penderita diabetes di Indonesia,” katanya.
(Leonardus Selwyn)