CALIFORNIA kini mencatat kasus flu burung H5N1 yang ketiga dalam waktu tiga minggu terakhir, menjadikannya sebagai kasus ke-17 di Amerika Serikat dalam dua tahun. Pejabat dari CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) menyatakan bahwa pasien terakhir mengalami gejala ringan, seperti mata merah dan infeksi mata, dan tidak ada dari ketiga kasus tersebut yang memerlukan rawat inap.
Para ahli meyakini bahwa infeksi ini berasal dari sapi perah yang pernah berhubungan dekat dengan para pasien. Menariknya, pasien-pasien ini tidak saling mengenal, dan hingga saat ini, tidak ada bukti bahwa infeksi ini menular dari orang ke orang.
Melansir dari Mail Online pada Sabtu (12/10/2024) sejak 2024, CDC (Centers for Disease Control and Prevention) melaporkan enam kasus flu burung pada manusia yang terpapar sapi perah, serta sembilan kasus terpapar unggas sejak 2022, yang tersebar di lima negara bagian. Di satu kasus, seorang individu terinfeksi tanpa diketahui adanya kontak dengan hewan yang terinfeksi.
Dengan penyebaran cepat virus ini di antara ratusan kawanan sapi perah di setidaknya 14 negara bagian, CDC memprediksi kemungkinan munculnya lebih banyak kasus dalam beberapa bulan ke depan. Mereka juga telah menerima spesimen dari dua warga California lainnya yang diduga terinfeksi, namun perlu pengujian lebih lanjut untuk memverifikasi.
Meskipun CDC menyatakan bahwa risiko bagi masyarakat tetap rendah, para ahli khawatir virus ini dapat memicu pandemi yang mirip dengan Covid-19. Peneliti CDC saat ini tengah mempelajari genetik virus yang diambil dari pasien dan tidak menemukan mutasi yang dapat meningkatkan kemampuannya untuk menular antar manusia atau kebal terhadap obat antivirus.
CDC menegaskan bahwa infeksi pada orang yang berhubungan dekat dengan hewan adalah hal yang wajar dan tidak mengubah peringatan tentang risiko bagi publik. Namun, para ahli luar semakin cemas bahwa jika virus terus menyebar, akan ada lebih banyak orang yang terinfeksi.
Mantan wakil sekretaris di Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan dr. Rick Bright, mengingatkan bahwa dengan virus menyebar di peternakan, peluang penularan ke manusia meningkat.
"Kita tidak tahu berapa banyak sapi yang terinfeksi, dan berapa banyak orang yang telah terpapar. Jika kita tidak menemukan virus ini sebelum bermutasi, semua upaya kita untuk mengendalikannya akan sia-sia," tutur dr. Rick.
Saat ini, virus ini telah menyebar luas di peternakan sapi perah di California, menambah kekhawatiran tentang wabah lebih luas di kalangan pekerja pertanian. Banyak peternakan melaporkan bahwa 50 hingga 60 persen ternak mereka terinfeksi, dengan sekitar 15 persen sapi mati.
"Dengan semakin banyak ternak yang terinfeksi, wajar bagi produsen untuk merasa khawatir dan ingin tahu cara mencegah penyakit ini memasuki ternak mereka," tuturnya.
Secara nasional, lebih dari 100 juta unggas di 48 negara telah terinfeksi, termasuk 295 peternakan sapi perah di 14 negara. Pasien di California menunjukkan gejala seperti mata berair, demam ringan, dan hidung meler. Ketika lima pekerja unggas terinfeksi pada bulan Juli, mereka juga mengalami gejala serupa dan tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Gejala flu burung bisa bervariasi, mirip dengan gejala flu biasa, seperti nyeri tubuh, sesak napas, radang mata, diare, mual, dan muntah. Dalam kasus yang parah, flu burung dapat menyebabkan pneumonia dan kegagalan pernapasan. Virus ini menyebar melalui air liur, lendir, dan kotoran hewan yang terinfeksi, dapat bertahan di berbagai permukaan hingga 48 jam tergantung suhu dan kelembapan.
(Leonardus Selwyn)