SPECIAL REPORT: Sengkarut di Balik Jas Putih Dunia Kedokteran

Kemas Irawan Nurrachman, Jurnalis
Minggu 08 September 2024 16:49 WIB
SPECIAL REPORT: Sengkarut di Balik Jas Putih Dunia Kedokteran (Foto: Okezone)
Share :

KASUS dugaan perundungan yang dialami mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro dokter Aulia Risma Lestari, menguak tabir kelamnya dunia kedokteran. Satu per satu kasus terungkap terkait adanya dugaan perundungan maupun kasus lainnya, mulai diusut Kementrian Kesehatan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, kasus perundungan yang terjadi di kalangan PPDS tidak hanya soal penyerangan fisik dan mental korban. Lebih dari itu, Menkes Budi Gunadi menyebut, para pelaku diduga melakukan pelecehan seksual.

"Perundungan ini sudah keteraluan dan itu benar-benar dirundung secara fisik dan mental, kemudian ada sexual harrasment juga," kata Budi Gunadi.

 

Sanksi Tegas Pelaku Perundungan

Praktik perundungan diketahui sudah terjadi sejak lama. Selama satu tahun terakhir, Kementrian Kesehatan setidaknya mendapat 356 laporan perundungan.

Kasus perundungan yang terjadi di PPDS di antaranya perundungan non fisik, non verbal, jam kerja yang tidak wajar, pemberian tugas yang tidak ada kaitan dengan pendidikan serta perundungan verbal berupa intimidasi.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. M Syahril, mengatakan, sejak Juli 2023 hingga 9 Agustus 2024, Kemenkes telah menerima 356 laporan perundungan dengan rincian 211 laporan terjadi di RS vertikal dan 145 laporan dari luar RS vertikal.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan terhadap 156 kasus bullying, lanjut M Syahril, sebanyak 39 peserta didik (residen) maupun dokter pengajar (konsulen) telah diberikan sanksi tegas. Sementara itu, untuk 145 laporan di luar RSV, telah dikembalikan ke instansinya untuk ditindaklanjuti.

Terpisah, kasus perundungan yang terjadi di Universitas Padjajaran (Unpad) sudah sampai tahap pemberian sanksi tegas kepada pelaku. Setidaknya 10 orang sudah mendapat sanksi tegas atas dugaan perundungan di PPDS Bedah Saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Kota Bandung.

Sanksi berat hingga rigan diberikan kepada mereka. Seperti dua orang residen senior Sp1yang mendapat sanksi berat berupa pemutusan studi, satu orang dosen yang diduga sebagai pelaku bullying.

Sedangkan tujuh orang lainnya mendapat sanksi ringan dengan diberikan perpanjangan masa studi. Tidak hanya itu, Dekan FK Unpad juga memberikan surat peringatan dan teguran kepada Kepala Departemen dan Ketua Program Studi.

Keputusan ini mendapat apresiasi dari Menkes Budi Gunadi. Ia menyarankan agar investigasi dan tindak tegas yang dilakukan Unpad bisa dilakukan oleh Fakultas Kedokteran di seluruh perguruan tinggi.

Dukungan hapus perundungan di PPDS

Dukungan untuk menghapuskan perundungan yang terjadi di dunia kedokteran datang dari berbagai pihak. Tidak terkecuali dari dokter senior hingga influencer yang juga berprofesi sebagai dokter.

 

Salah satunya datang dari Dokter Tompi yang secara terang mendukung penghapusan perundungan. Pria yang memiliki nama Teuku Adifitrian itu, secara tegas angkat bicara melalui akun sosial medianya.

Dokter Tompi mengatakan, tidak ada junior yang berani menyampaikan kritik atau ketidaksetujuan yang terjadi di rumah sakit atau pendidikan kedokteran.

"Seberapa banyak sih nakes junior yang brani menyampaikan kritik/ketidaksetujuan akan sesuatu yang berlangsung di RS-dunia praktek kedeokteran. Kenapa jadi takut? Karena bgitu ada yang brani bunyi dianggap keras kepala, dosanya diungkit-ungkit dan jadi terkucilkan. Yang setuju angkat tangan," tulisnya di akun X.

Budaya semacam ini, lanjut Tompi, harus diubah dan tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang normal. "Bukan berarti karena banyak yang sudah lulus dan lolos dengan Perlakuan sama, lantas dianggap hal buruk itu jadi baik-baik saja. Pembiaran dan harap maklum ini yang harus DIUBAH," tegasnya.

Dokter Tompi sepakat, jika yang melakukan aksi perundungan merupakan oknum tertentu saja. "Tapi lumayan banyak dan ada di hampir setiap sudut. Pun demikian, yang baik dan supportif juga ada loh. Hanya saja sering gak bisa berbuat banyak untuk menghapus budaya lama," ungkapnya.

Sisi kelam dunia kedokteran juga diungkapkan oleh Dokter Tirta Mandira Hudhi. Pria yang juga menjadi influencer ini mengungkapkan, dokter merupakan profesi sengsara. Meski memiliki image bergaji besar, namun kenyataan di lapangan tidak mudah.

"Justru saat itu (setelah masuk kuliah kedokteran) aku baru tahu ternyata jadi dokter kalau gak jadi spesialis itu sengsara. Dan kalaupun jadi spesialis kalau gak di lahan basah itu juga sengsara," ujar dokter Tirta, saat podcast bersama Feni Rose, melansir dari akun YouTube Feni Rose Official.

“Prosesnya tuh kaya maraton. Kuliahnya lama banget dan proses juga lama. Setelah lulus dokter umum harus internship. Bergajinya pas-pasan dan harus berjuang keras lima tahun lagi untuk jadi spesialis. Setelah lima tahun kalau punya networking bagus akan kerja di lahan basah. Jadi lahan basah tuh deket keluarga, masih di Pulau Jawa. Tapi kalau ingin tantangan bisa ke daerah tiga T yang mana sangat stressfull dan jauh dari keluarga,” sambungnya.

Komitmen dari stakeholder untuk menghapus perundungan

Kasus perundungan dan sekelumit kasus di dalamnya ternyata tidak mudah diselesaikan seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari sejumlah stake holder agar kasus perundungan tidak lagi terjadi.

Kasus senioritas yang kadang menjadi berkuasa di dalam lembaga pendidikan, sudah seharusnya dihapus demi membuat dokter yang humanis dan berdampak kepada masyarakat. Tidak gampang dan sangat sulit diberantas perundungan, namun perlu dimulai sejak saat ini agar ke depan tidak ada lagi korban seperti dokter Aulia Risma Lestari lainnya.

(Kemas Irawan Nurrachman)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita Women lainnya