Berkaca Kasus Bayi Meninggal di Sukabumi, Apakah Imunisasi Lebih dari Satu Vaksin Aman Dilakukan?

Wiwie Heriyani, Jurnalis
Minggu 30 Juni 2024 20:00 WIB
Imunisasi lebih dari satu vaksin aman dilakukan? (Foto: Freepik.com)
Share :

BELUM lama ini viral kasus meninggalnya seorang bayi laki-laki di Sukabumi, Jawa Barat pasca mendapatkan empat jenis vaksin sekaligus. Vaksin tersebut yaitu vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG) untuk penyakit tuberkulosis (TB), Difteri-Pertusis-Tetanus-Hepatitis B-Haemophilus Influenzae Type B (DPT-HB-Hib), Polio tetes dan Rotavirus untuk pencegahan diare.

Hal ini lantas menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Banyak yang jadi bertanya-tanya, apakah pemberian imunisasi secara ganda atau lebih dari satu berbahaya, dan bisa mengancam nyawa?

Berikut ulasannya, melansir dari keterangan resmi Kementerian Kesehatan RI, Minggu, (30/6/2024). Direktur Pengelolaan Imunisasi, Prima Yosephine, mengatakan bahwa pemberian imunisasi secara ganda atau lebih dari satu jenis vaksin sudah direkomendasikan oleh Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Imunisasi dengan lebih dari satu jenis antigen vaksin yang disuntikkan dalam sekali kunjungan tidak menyebabkan kematian langsung pada anak.

“Imunisasi ganda ini aman dalam satu kali kunjungan,” ujar Prima.

Pemberian vaksin sesuai jadwal imunisasi nasional dilakukan sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), baik jadwal imunisasi rutin maupun kejar (catch up).

“Pemberian imunisasi kombinasi (lebih dari satu antigen atau satu jenis vaksin) sama aman dan efektifnya dengan imunisasi tunggal,” tutur Prima.

Selain aman dan imunisasi ganda juga justru memberikan manfaat yang sangat baik karena pelayanan imunisasi akan menjadi efisien. Hal ini membuat seorang anak akan segera terlindungi dari beberapa Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) dalam satu kali kunjungan.

“Mendapatkan beberapa vaksin atau kombinasi vaksin dalam satu kunjungan penting untuk melindungi anak dari berbagai penyakit sedini mungkin. Hal ini juga memudahkan untuk menyelesaikan dosis yang dianjurkan tepat waktu,” katanya.

Selain itu, penting ditekankan bahwa menerima suntikan dosis ganda juga tidak membebani sistem kekebalan tubuh.

“Antigen yang ada dalam vaksin hanyalah sebagian kecil dibandingkan dengan apa yang secara alami ditemui oleh tubuh kita setiap hari,” ujar Prima

Sebagaimana informasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, data ilmiah menunjukkan, menerima kombinasi vaksin sekaligus tidak menimbulkan masalah kesehatan kronis. Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk melihat dampak pemberian berbagai kombinasi vaksin.

Vaksin yang direkomendasikan terbukti efektif jika dikombinasikan maupun secara disuntikkan tunggal. Terkadang kombinasi vaksin tertentu yang diberikan bersamaan dapat menyebabkan demam.

Akan tetapi, kondisi ini bersifat sementara dan tidak menyebabkan kerusakan permanen. Prima menambahkan, suntikan imunisasi ganda sudah diterapkan di lebih dari 160 negara, tidak hanya di Indonesia saja.

“Imunisasi ganda tidak menyebabkan kematian. Miliaran vaksin telah diberikan dengan cara imunisasi ganda di seluruh dunia,” tuturnya.

“Lebih dari 160 negara memberikan minimal dua suntikan dalam satu sesi imunisasi dalam jadwal imunisasi rutinnya, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Kanada. Di Indonesia sendiri, di Provinsi Yogyakarta, imunisasi ganda di Provinsi Yogyakarta sudah diterapkan sejak tahun 2007,” katanya lagi.

Secara nasional, Indonesia telah memperkenalkan pemberian imunisasi ganda sejak tahun 2017, yaitu pada jadwal imunisasi DPT-HB-Hib-3 yang diberikan bersamaan dengan imunisasi polio suntik Inactivated Poliovirus Vaccine/IPV pada bayi usia empat bulan.

Selain itu, jadwal imunisasi ganda juga ada pada imunisasi lanjutan, yakni pada pemberian imunisasi campak rubella-2 dan DPT-HB-Hib-4 yang diberikan pada anak usia 18 bulan.

Vaksin DPT-HB-HiB diberikan guna mencegah enam penyakit, antara lain difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, serta pneumonia (radang paru) dan meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib.

Adapun kasus kematian setelah pemberian imunisasi, menurut Prima, amat sangat jarang (extremely rare) terjadi. Apabila terjadi, maka semua kasus tersebut harus dilakukan investigasi dan kajian kausalitas–hubungan sebab akibat secara detail dan menyeluruh.

“Sampai saat ini data menunjukkan, mayoritas kasus-kasus tersebut adalah kejadian koinsidental– Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang tidak disebabkan oleh vaksin maupun kesalahan prosedur,” tuturnya.

(Leonardus Selwyn)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita Women lainnya