MEROKOK kerap kali menjadi kebiasaan seseorang. Meskipun bahaya rokok sudah sering terlihat, tetapi hal itu tidak menjamin seseorang bisa berhenti dari kebiasaan tersebut.
Dokter sekaligus Praktisi Kesehatan, dr Ngabila Salama menjelaskan rokok merupakan biang kerok dari berbagai jenis permasalahan di dunia. Tidak hanya dalam segi kesehatan tetapi juga segi sosial-ekonomi dan budaya.
“Rokok itu biang kerok permasalahan multidimensional secara global. Tidak hanya di bidang kesehatan tapi juga sosio-ekonomi dan budaya,” kata Ngabila, dikutip dari keterangan tertulisnya yang didapat MNC Portal Indonesia, Rabu (13/3/2024).
Menurutnya dengan banyaknya penelitian mengenai rokok, seharusnya masyarakat sudah paham dengan dampak kesehatan yang akan ditimbulkan seperti kecemasan, gelisah, dan depresi yang berlebihan. Akan tetapi karena sudah menjadi candu, kondisi itu mungkin yang membuat masyarakat menjadi sulit memberhentikan kebiasaan merokok.
Padahal jika dibandingkan dengan kebutuhan nutrisi, satu batang rokok bisa menjadi satu protein hewani yang bisa bermanfaat untuk tubuh.
“Padahal satu batang rokok harganya Rp1.500 paling murah, itu harganya sama kayak satu butir telur,” ucapnya.
Bukan cuma itu, rokok juga dapat berperan menyebabkan anak stunting dan mengalami gangguan motorik, perkembangan dan mental. Untuk itu, Ngabila mengatakan pentingnya mengontrol kebiasaan merokok sangat diperlukan.
Karena jika tidak, anak akan mengalami gangguan mental sehingga menyebabkan anak sering melamun dan prestasi di sekolahnya akan menurun. Hal itu dipengaruhi adanya tujuh ribu zat berbahaya yang terkandung pada rokok terutama nikotin yang bisa mengakibatkan adiksi, tar yang memicu kanker, dan karbon monoksida yang menyebabkan sel darah kekurangan oksigen.
Oleh karena itu, dengan datangnya bulan suci Ramadhan diharapkan masyarakat bisa memanfaatkan momentum ini dengan lebih peduli kepada kesehatannya, terlebih mengurangi kebiasaan merokok agar saat bulan Ramadhan selesai kebiasaan mengurangi rokok itu dapat berlanjut hingga akhirnya tidak menjadi kebiasaan kembali.
(Leonardus Selwyn)