ARTIS cantik Sarwendah tentu pernah memiliki pengalaman tak mengenakan saat mengurus suaminya di rumah sakit. Perasaan panik dan sedih sangat dia rasakan kala itu.
Namun untuk mengatasi hal itu, salah satu cara yang Sarwendah lakukan adalah melakukan komunikasi dengan tenaga medis. Dia berkomunikasi mengenai kondisi pasien, cara itu bisa mempercepat penyembuhan pasien.
“Ketika suami saya dirawat di ICU, saya berkomunikasi intens dengan dokter untuk mengetahui perkembangannya, serta memahami obat-obatan yang diberikan. Jangan sampai, kita tidak mengetahui perawatan yang diberikan pada anggota keluarga sendiri, terlebih lagi tentang penggunaan antibiotik,” ujarnya dalam acara webinar Memitigasi Risiko AMR di ICU melalui Komunikasi yang Optimal antara Nakes dan Keluarga Pasien: Tepat Waktu, Tepat Pasien, Tepat Guna, yang diselenggarakan oleh Pfizer Indonesia, baru-baru ini.
Ibu tiga anak itu menambahkan kala itu dokter sangat membantunya untuk memahami tentang penggunaan antibiotik yang tepat, agar pasien bisa sembuh dan tidak terkena AMR.
“Pengetahuan tentang AMR sangat penting karena berdampak pada perawatan kesehatan jangka panjang pasien. Saya ingin agar pengalaman saya dapat menjadi inspirasi bagi orang lain untuk memahami dampak AMR dan cara mencegahnya,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Sarwendah membagikan tips berkomunikasi yang efektif untuk menghindari AMR di ICU, berikut rangkumannya.
1. Buka percakapan setelah tindakan darurat usai
Ketika pasien baru masuk ke ICU, prioritas tenaga kesehatan adalah menstabilkan kondisi dan menyelamatkan nyawa pasien. Pada kondisi ini, sebaiknya keluarga pasien memberikan waktu dan ruang bagi tenaga kesehatan untuk bekerja.
Setelah tindakan darurat selesai dan kondisi pasien cenderung stabil, keluarga pasien bisa mulai bertanya kepada tenaga kesehatan terkait tentang kondisi terkini dan semua tindakan yang baru saja dilakukan terhadap pasien.
Keluarga juga bisa bertanya tentang pengobatan yang akan diberikan selanjutnya, terutama pemberian antibiotik empirik pada awal masa perawatan.
2. Pahami bahwa menerima informasi adalah hak pasien
Sebagaimana diatur pada Permenkes RI 290/2008, pasien berhak untuk menerima informasi yang lengkap mengenai rekomendasi medis dari tenaga kesehatan. Di sisi lain, tenaga kesehatan pun memiliki kewajiban untuk memberikan informasi dan melakukan edukasi kepada pasien.
Maka, mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara detail seputar beberapa topik, misalnya penggunaan antibiotik, perkembangan kondisi pasien, dan risiko terjadinya resistansi AMR pada pasien adalah hal yang normal, bahkan positif.
3. Memperhatikan etika bertanya
Bertanyalah pada tenaga kesehatan dengan sabar, agar penjelasan dapat diberikan secara lengkap dan dipahami dengan baik. Jika tenaga kesehatan terlihat begitu sibuk sehingga susah mencari kesempatan untuk bertanya tentang perawatan pasien di ICU, maka keluarga pasien bisa membuat perjanjian tentang waktu yang tepat untuk bertanya dan berdiskusi tentang kondisi terkini pasien dengan tenaga kesehatan terkait.
Dengan begitu, pihak keluarga pasien pun bisa memperkirakan waktu dan menyiapkan pertanyaan yang lebih matang pada saat diskusi berlangsung. Baik keluarga pasien maupun tenaga kesehatan tentu menginginkan yang terbaik untuk pasien, jadi tidak ada salahnya saling menjaga etika dalam berinteraksi.
4. Usahakan agar terlibat aktif dalam pengambilan keputusan medis
Setelah tenaga kesehatan memberikan rekomendasi medis, pihak keluarga pasien bisa bertanya lebih jauh atau meminta penjelasan atas hal-hal yang kurang dipahami. Pihak keluarga pasien perlu memahami secara utuh tentang diagnosis, tindakan medis, komplikasi, risiko, dan pilihan-pilihan tindakan, sebelum memberikan persetujuan.
Terutama terkait pemberian antibiotik, pihak pasien bisa bertanya lebih jauh mengenai alasan, jenis, dosis, lama penggunaan, manfaat, dan risiko terkait penggunaan antibiotik tersebut di ICU.
(Leonardus Selwyn)