MENU
Untuk Anda
Kanal
About Us
PERKEMBANGAN alat kesehatan di Korea Selatan cukup menjanjikan. Tak hanya andal mengabulkan wajah impian, negara ini juga ternyata punya teknologi mutakhir dalam penanganan spine atau tulang belakang.
Adalah Cuvis. Robot ini mulai dipakai di Korea Selatan untuk membantu dokter dalam menangani pasien spine, termasuk penyakit skoliosis. Bahkan, menurut Prof Seong Yi dari Department of Neurosurgery, Spine and Spinal Cord Institute Yonsei University College of Medicine, Seoul, Korea Selatan, penggunaan teknologi robot spine surgery ini membantu mencapai kesembuhan yang diharapkan.
"Pasien skoliosis kalau diterapi dengan robot ini sangat baik output-nya (hasil akhirnya)," jelas Prof Seong saat ditemui MNC Portal di acara Indonesia-Korea K-Medtech Academic Seminar 2023 di RSUP Persahabatan, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.
Di kesempatan yang sama, Prof Seong menjelaskan, risiko kegagalan robot ini dalam penanganan masalah spine hanya dua persen.
"Keberhasilannya ada di angka 98 persen," katanya.
Dua persen kegagalan kemungkinannya bisa dari teknologi ataupun dokter saat pemasangan screw yang tidak tepat. Dari risiko kegagalan yang bisa terjadi, dampaknya cenderung tidak berat.
"Bisa berat atau berbahaya kalau pemasangan screw mengenai saraf, tapi ini angka kasusnya sangat sangat kecil," tuturnya.
Lebih lanjut diterangkan Prof Seong bahwa praktik di rumah sakit menunjukkan bahwa banyak anak muda di Korea Selatan yang mengandalkan terapi spine dengan robot. Salah satu alasannya terkait dengan estetika.
"Operasi dengan robot itu minimal invasif yang artinya pembedahan tidak melakukan sayatan besar. Jadi, bekas operasinya sangat kecil dan ini gak mengganggu penampilan," tambah Prof Seong.
Punya keunggulan yang menjanjikan, apakah robot untuk operasi spine ini dapat dipakai di Indonesia?
Menurut Dokter Erlang Samoedro selaku Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUP Persahabatan, tentu akan dikondisikan dengan regulasi alkes yang dipimpin Kementerian Kesehatan.
"Kalau ditanya memungkinkan atau tidak teknologi mutakhir ini ada di RSUP Persahabatan, ya, sangat memungkinkan, tapi alat ini akan bersaing dengan alat lain," kata dr Erlang.
"Pertimbangannya, ya, bisa dilihat dari utilitasnya atau juga harganya," sambungnya.
Kalau bicara apakah dokter Indonesia mumpuni mengoperasikan teknologi tersebut, dr Erlang cukup yakin kemampuan dokter RI mampu. Meski upgrade ilmu sangat diperlukan, terlebih ini alat yang sangat baru.
Kemudian, pengadaan alkes 'high-tech' itu akan sangat dipertimbangkan bagi rumah sakit yang didominasi pasien BPJS.
"RSUP Persahabatan itu 90 persen pendanaan dari BPJS Kesehatan. Nah, kalau barang high-tech seperti ini, akan susah menyelaraskannya, karena coverage-nya tinggi. Jadi butuh dana besar untuk investasi dan operasionalnya juga cukup besar," papar dr Erlang.
(Leonardus Selwyn)