Serunya Menjelajahi Sungai Amandit Geopark Meratus dengan Rakit Bambu

Antara, Jurnalis
Rabu 07 Juni 2023 07:05 WIB
Arung jeram rakit bambu di Sungai Amandit Loksado, Geopark Meratus, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. (Foto: ANTARA/Sukarli)
Share :

RAKIT bambu dikenal sebagai alat transportasi pariwisata nan asyik kala mengarungi Sungai Amandit yang mengalir deras dan berbatu di Loksado, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.

Alat transportasi kuno itu kini berubah menjadi wahana wisata air untuk mengarungi sungai atau arung jeram bambu di Loksado.

Wisata Arung Jeram Bambu Loksado masuk dalam 54 situs keajaiban Geopark Meratus Nasional Indonesia yang ditetapkan tahun 2018 dan kini diajukan untuk diakui UNESCO Global Geopark (UGGp).

Situs aliran bamboo rafting itu masuk pada rute Utara wilayah Geopark (Taman Bumi) Meratus yang bertema "Mengikuti Suara Angin menuju Keajaiban Dayak Meratus".

 BACA JUGA:

Jalur bamboo rafting masuk jajaran situs Geopark Meratus pada rute utara bersama Balai Adat Malaris, Bukit Langara, Air Terjun Kilat Api, Mata Air Panas Tanuhi, Tebing Batu Gamping Batu Laki, Pemandangan Bukit Kentawan, Sentra Dodol Kandangan, dan Goa Batu Hapu.

Jalur bamboo rafting merupakan bagian keindahan dan daya tarik pariwisata di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (PSPN) Loksado yang sudah dikenal luas hingga mancanegara.

Bahkan gelar Festival Loksado dengan tampilan utamanya rakit bambu yang setiap tahun dilangsungkan, kini sudah masuk sebagai Karisma Event Nusantara (KEN) dari program Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.

 

Rakit bambu di Sungai Amandit Geopark Meratus. (ANTARA/Sukarli)

Pentingnya bamboo rafting tidak terpisahkan dari khazanah alam Loksado dan pegunungan Meratus yang melahirkan wisata menguji adrenalin tersebut.

Sebenarnya, wisata yang menguji mental atau wisata arung jeram dengan menggunakan rakit bambu itu memiliki kisah tersendiri bagi masyarakat Dayak di Bantaran Sungai Amandit. Kisah itu dimulai sebelum tahun 1970-an.

 BACA JUGA:

Rakit bambu adalah satu-satunya moda transportasi bagi masyarakat Suku Dayak yang tinggal di Pegunungan Meratus untuk mengangkut hasil pertanian dan perkebunan mereka untuk dijual ke perkotaan di Kandangan.

Sebelum ada infrastruktur jalan menembus ke wilayah Loksado dan belum ada kendaraan modern, rakit bambu adalah satu-satunya alat yang cepat untuk berpergian membawa barang ke kota melalui jalur Sungai Amandit yang deras dan penuh bebatuan besar.

Karena Suku Dayak Meratus harus menjual hasil perkebunan dan lain sebagainya yang didapat dari alam Pegunungan Meratus yang begitu kaya, moda transportasi angkutan melalui Sungai Amandit dengan rakit bambu pun dibuat untuk membawanya ke kota.

 

Diansyah (66), warga Loksado, Kalsel, joki rakit bambu menceritakan bahwa dulu, perjalanan dengan rakit bambu menuju kota Kandangan, ibu kota kabupaten tersebut, dari Loksado bisa memakan waktu satu hingga dua hari, tergantung kondisi air Sungai Amandit.

Jika musim kemarau akan lebih lama sampai ke tujuan, tapi pada musim hujan akan lebih cepat sampai ke Kandangan.

 BACA JUGA:

Sebab, perjalanan penuh dengan rintangan, khususnya bebatuan besar yang melintang hingga tengah sungai, alur sungai yang berbelok, turunan cukup tajam, hingga di bagian sungai yang dalam harus dikayuh dengan bambu.

Rakit bambu yang dibuat pun harus kokoh dan kuat, batang bambu atau paring yang digunakan harus pilihan, antara 10-20 batang bambu satu rakit, diikat dengan tali dari kulit bambu khusus untuk tali atau bambu tali.

Ia meyakini paring dan bambu tali hanya tumbuh di wilayah pegunungan Meratus. Singkat cerita, bila rakit sampai ke tempat tujuan, semua barang yang dibawa dijual termasuk rakitnya.

"Pulangnya, kami jalan kaki hingga satu hari dengan membawa barang kebutuhan pokok keluarga yang dibeli di kota," ujarnya.

Jadi wisata

 

Menurut cerita warga Loksado, sekitar tahun 75-an mulai tersedia angkutan darat, seperti kendaraan roda dua dan empat. Moda transportasi modern itu mulai merambah masyarakat pedalaman di wilayah Pegunungan Meratus.

Awal adanya wisata rakit bambu tersebut sekitar tahun 1980-an dari warga asing yang berkunjung ke Loksado, untuk mencoba menelusuri sungai dengan menggunakan rakit bambu tersebut.

Lama kelamaan rakit bambu mulai tersiar dan populer hingga memasuki tahun 2000-an, wisata bamboo rafting Loksado mulai "naik daun". Kini bahkan makin populer karena tersiar ke mancanegara.

Pegiat pariwisata Loksado, Kalsel, Miftahul Thaib menceritakan banyaknya kunjungan wisatawan mancanegara ke Loksado sebelum terjadinya pandemi COVID-19 pada Maret 2020.

Mereka ada yang hanya berwisata, ada pula yang datang untuk penelitian hingga beberapa bulan tinggal di sini, dari berbagai negara, banyak wisatawan dari Eropa.

Adapum wisata yang digemari di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Loksado ini adalah Arum Jeram Bambu atau bamboo rafting, selain itu ada paket wisata Air Terjun Haratai, Balai Adat Malaris, dan Air Panas Tanuhi.

Setelah pandemi COVID-19 dinyatakan berakhir pada tahun 2023, kunjungan wisata di Loksado kembali naik signifikan, hingga wisata arum jeram bambu kembali ramai.

 

Wisata arum jeram bambu di Loksado dipatok Rp300 ribu untuk tiga penumpang dengan waktu tempuh perjalanan antara 2--3 jam tergantung kondisi arus Sungai Amandit.

Menurut Joki Bamboo Rafting Loksado, Muhran, rata-rata pada akhir pekan saat ini wisatawan yang membutuhkan berwisata arum jeram rakit bambu mencapai 40 hingga 50 rakit.

Rata-rata joki yang membawa rakit untuk wisatawan sudah berpengalaman puluhan tahun sehingga sangat minim terjadi kecelakaan.

Setelah zaman makin modern, di mana anak-anak lebih suka bermain handphone, akhirnya regenerasi joki bamboo rafting di Loksado mulai terancam.

"Sedikit sekali sekarang anak muda bisa jadi joki bamboo rafting, entah bagaimana nantinya setelah kami tidak bisa lagi, sebab banyak yang sudah tua," ujarnya.

Jadi situs Geopark

Bamboo rafting tidak terpisahkan dari keberadaan pegunungan yang membentang sepanjang 600 kilometer persegi tersebut.

Bamboo rafting dijadikan salah satu situs Geopark Meratus, pegunungan, yang menurut ilmu geologi, disusun oleh kerak samudera yang

disebut ophiolite, yang terangkat ke permukaan sejak 200-150 juta tahun lalu.

Menurut Tenaga Ahli Badan Pengelola Geopark Pegunungan Meratus Nur Arif, bamboo rafting Loksado memiliki sejarah yang bernilai budaya

tinggi bagi suku asli di Pegunungan Meratus.

Nilai budaya yang tinggi karena dulunya digunakan Suku Dayak Meratus sebagai alat transportasi untuk membawa barang-barang hasil pertanian dan perkebunan ke kota, dan ini mengandung sejarah panjang.

Jika diteliti dari bambu yang digunakan untuk bamboo rafting itu hanya tumbuh subur di Pegunungan Meratus.

 

Bahkan di areal bebatuan yang mengandung nilai geologis tinggi, bambu atau lebih akrab disebut warga di sana paring tetap bisa tumbuh

subur.

"Berdasarkan informasi geologi, kawasan di Loksado ini pernah terjadi aktivitas vulkanik hingga membuat tanaman bambu itu tumbuh subur

di bebatuan," ujar Arif.

Tujuan utama Geopark tidak hanya untuk pelestarian warisan geologi, namun juga pengembangannya, yang bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya. Dampak positif yang nyata tumbuhnya pariwisata.

Karenanya, situs geopark atau taman Bumi tidak bisa terpisahkan dari pengembangan sektor pariwisata yang berdampak pada meningkatnya

taraf hidup dan perekonomian masyarakat sekitarnya.

Oleh karena itu, situs Geopark harus berdekatan dengan tempat tinggal masyarakat sehingga memberikan dampak positif pada masyarakat

sekitarnya.

Salah satu fungsi dijadikanya Geopark Meratus juga harus bisa menjadi wahana pendidikan, konservasi, dan pengembangan ekonomi

masyarakat.

Bamboo rafting Loksado memiliki semua itu sehingga patut menyandang situs Geopark Meratus.

(Salman Mardira)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita Women lainnya