MANUSIA memang dirancang agar bisa beristirahat, ini dilakukan supaya tubuh bisa meregenerasi sel dan membuang racun di dalam tubuh. Ketika seorang kurang tidur, maka akan banyak aspek yang terpengaruh, salah satunya adalah otak kita.
Dokter Reinita Arlin menjelaskan, dampak kurang tidur bisa mempengaruhi otak seseorang. Bahkan memengaruhi sistem metabolisme yang bisa memicu penyakit obesitas dan diabetes melitus tipe 1. Ketika kita tidak beristirahat 7 sampai 9 jam seharinya maka akan memberikan dampak buruk bagi tubuh.
"Faktanya sepertiga dari hidup kita itu adalah hidup gitu ya orang normal. Untuk tidur gitu nah jadi pada saat sepenting itu tidur jadi make sure 7-9 jam," kata dr Arlin.
Menurutnya, ketika seseorang kurang tidur maka dapat meningkatkan risiko obesitas karena terkait dengan metabolik syndrome, sebuah sindrom yang mengatur metabolisme kita.
"Dan ketiga itu adalah meningkatkan risiko diabetes melitus tipe 2 ini cuman gara-gara satu akar cuma karena tidur," tambahnya.
BACA JUGA:
Dalam penjelasannya, dr Arlin mengatakan, tidur menjadi momen terbaik untuk tubuh istirahat. Juga otak melakukan reset, ibarat memperbaiki sel-sel yang rusak sampai mengontrol mood. Karena itu, dia mendorong agar masyarakat memerhatikan kualitas dan jam tidur.
BACA JUGA:
"Meregulasi emosi kita gitu dan ternyata saat kita tidur si amigdala ini aktif istilahnya, intinya dia mereset ulang dan sebagainya gitulah ya bahasa gampangnya. Begitu saat kita tidak tidur kurang kualitas tidurnya bisa sebabkan over reaksi (sensitif/mudah marah)," sambung dr Arlina.
Sementara melansir news Harvard bahwa tingkat tidur mendukung pentingnya kuantitas dan kualitas yang baik. Sebab bisa memicu masalah kesehatan kronis, termasuk obesitas pada ibu dan anak.
Bahkan dampak terburuk pada anak kurang tidur bisa menyebabkan fungsi mental berkurang mirip dengan orang mabuk. Proses pengambilan keputusan tertunda dan terganggu, perhatian dipersingkat, dan fungsi memori menurun.
"Hasil studi baru ini menunjukkan bahwa salah satu cara di mana kurang tidur dapat menyebabkan hasil penyakit kronis ini adalah dengan efeknya pada penghambatan, impulsif, dan perilaku lain yang dapat menyebabkan konsumsi makanan berkalori tinggi secara berlebihan," keterangan dalam News Harvard.
(Dyah Ratna Meta Novia)