MENGUAK sejarah asal-usul Stasiun Semarang Tawang, salah satu stasiun kereta api tertua di Jawa Tengah dan di Indonesia peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang sudah berdiri sejak 1914.
Stasiun Tawang ini berlokasi di Jalan Taman Tawang, Kelurahan, Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang dan masih aktif beroperasi melayani perjalanan kereta api serta berstatus sebagai stasiun kelas besar tipe A.
Mengutip dari laman Heritage KAI, asal-usul berdirinya Stasiun Semarang Tawang tidak lepas dari sejarah perkeretaapian di Semarang. Lintasan kereta api di Semarang dibangun pada 1864 oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), perusahaan kereta api swasta yang berkedudukan di Den Haag, Belanda.
BACA JUGA:Fakta Unik Stasiun Bogor, Cagar Budaya Warisan Belanda Berusia 142 Tahun
NISM membuka jalur kereta api Temanggung - Kemijen pada Agustus 1867. Kemudian, merampungkan bintaran Yogyakarta dan Surakarta pada 1871. Kereta api Stasiun Semarang trayek Semarang-Solo-Yogya sangat ramai melayani angkutan penumpang dan barang.
Dahulu stasiun semarang dibangun di atas tanah rawa, tapi lintasan kereta api Semarang sering terganggu karena banjir pasang surut air laut.
Akhirnya NISM membangun stasiun baru bernama Tawang.
Putri Kepala Teknisi di NISM bernama Anna Wilhelmina van Lennep meletakkan batu pertama pendirian Stasiun Tawang pada 1911.
Pembangunannya butuh waktu beberapa tahun, karena tanah di Semarang cukup labil, sehingga butuh pemadatan tanah dulu dengan lempeng pelat beton.
Stasiun Tawang resmi berdiri pada 1 Juni 1914. Asal-usul Stasiun Semarang tidak lepas dari peran Sloth-Blauwe sebagai arsitek Belanda yang merancang pembangunan Stasiun Tawang. Pemerintah Belanda merubah Stasiun Tawang menjadi stasiun kota alasannya karena lokasinya strategi. Stasiun ini berada di sebelah utara Kota Semarang Lama yang menjadi pusat perdagangan.
Komposisi bangunan stasiun ini terdiri dari beton bertulang. Stasiun Tawang memiliki bentuk memanjang sekitar 168/175 meter dengan bagian utama terletak di tengah. Bagian tengan stasiun berfungsi sebagai vocal point sehingga bentuknya lebih tinggi.
Pada bagunan utama terdapat kubah besar berbentu persegi. Kubah tersebut terbuat dari lapisan tembaga. Langit-langit tinggi menghiasi bagian aula Stasiun Tawang dengan sanggahan empat kolom utama. Desainnya mirip dengan rumah adat Jawa.
Di dalam aula terdapat tiga loket membeli karcis dan kios besar untuk pedagang. Pencahayaan stasiun ini berasal dari jendela dengan fasad sekitar aula.
Bangunan sayap kanan berfungsi sebagai ruang tunggu penumpang kelas satu, ruang kepala stasiun, dan ruang operasional. Sementara, sayap kiri merupakan ruang tunggu kelas dua dan tiga atau orang-orang pribumi masa kolonial.
(Salman Mardira)