BEBERAPA waktu lalu sempat heboh kematian jabang bayi diduga karena keterlambatan penanganan. Si ibu yang sudah siap melahirkan mesti menjalani skrining Covid-19 dulu.
Karena terlambat ditangani, nasib berkata lain, bayinya dinyatakan meninggal dunia di dalam kandungan. Rasa penyesalan ada di benak si ibu, tapi bagaimana pun dia mesti mengikhlaskan apa yang sudah terjadi.
Berkaca dari kasus ini, apakah skrining Covid-19 itu memang sangat diperlukan? Apa alasannya sampai pihak rumah sakit begitu kekeh setiap ibu hamil harus mengantungi pernyataan negatif Covid-19 melalui swab test atau non-reaktif melalui rapid test?
Diterangkan Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Primaya Hospital Bekasi Timur dr Nina Martini Somad, SpOG, yang tidak terlibat dalam kasus di atas, skrining Covid-19 pada ibu yang ingin melahirkan perlu dilakukan guna menentukan proses persalinannya. Ini semata-mata meminimalisir penyebaran virus corona dari si ibu ke jabang bayi yang dilahirkan.
Baca Juga: Pindah ke Bali, Intip Ashanty Makan Siang di Pinggir Sawah Ubud
"Skrining Covid-19 pada ibu yang akan melahirkan sebaiknya mulai dilakukan pada minggu ke-38 kehamilan untuk memastikan kondisi kesehatan ibu dan bayi di dalam kandungan menjelang waktu persalinan," paparnya pada Okezone melalui pesan tertulis, Jumat (28/8/2020).
Khusus untuk pasien operasi caesar, sambung dr Nina, skrining Covid-19 dilakukan satu minggu sebelum hari H pelaksanaan operasi. Ini dilakukan untuk meminimalisir pencegahan Covid-19 bagi si bayi dan para tenaga medis saat pelaksaan operasi caesar.
Jadi, baik ibu yang akan melakukan persalinan normal atau operasi caesar, keduanya sama-sama harus menjalani skrining Covid-19. Sekali lagi, ini untuk memastikan risiko terpapar Covid-19 pada si ibu, bayi, atau tenaga medis yang terlibat di persalinannya.
Secara detail, dr Nina coba menjelaskan kedua jenis metode persalinan dalam situasi pandemi. Berikut penjelasannya:
1. Persalinan normal
Ibu hamil yang akan melahirkan normal, menurut dr Nina, akan diarahkan untuk skrining Covid-19 menjelang indikasi adanya tanda-tanda pembukaan pada sang ibu. Jika hasil screening Covid-19 yang keluar tidak teridentifikasi Covid-19, maka persalinan normal bisa dilakukan tanpa protokol Covid-19.
Tapi, jika hasilnya terdapat indikasi mengarah kepada suspek Covid-19, maka persalinan akan diarahkan untuk ke operasi caesar dengan protokol Covid-19.
"Risiko proses persalinan normal pada ibu yang terindikasi Covid-19 lebih besar karena ibu akan mengejan saat persalinan dan droplet dapat dengan mudah tersebar, baik ke si bayi maupun ke tenaga medis yang terlibat di proses persalinan," papar dr Nina.
Dia menambahkan, jika pasien baru melakukan skrining Covid-19 di detik-detik persalinan dan terpaksa melakukan persalinan secara normal dari kondisi sang ibu (misal pembukaan terjadi sangat cepat dalam satu hari), maka rumah sakit akan melakukan tindakan persalinan normal dengan protokol Covid-19.
"Jadi, nanti akan diberikan tirai atau sekat standar medis di tengah badan untuk memisahkan bagian atas dan bagian bawah badan si ibu sehingga risiko penyebaran droplet saat si ibu mengejan dapat terminimalisir," tambah dr Nina.
2. Persalinan operasi caesar
Ibu hamil yang akan menjalani persalinan dengan cara operasi caesar wajib skrining Covid-19 paling tidak seminggu sebelum operasi dilaksanakan. Alasannya pun serupa dengan ibu yang akan melahirkan melalui proses normal, demi keselamatan bersama.
Jika skrining Covid-19 menyatakan ada indikasi ke arah Covid-19, maka operasi caesar pun akan dijalani sesuai protokol Covid-19. Jika hasil skrining tidak terindikasi Covid-19, maka operasi caesar dilakukan seperti biasa namun seluruh tim medis dan perawat akan menggunakan APD standar pasien non Covid-19. "Ini semua dilakukan demi menjaga keselamatan bersama," terang dr Nina.
(Dewi Kurniasari)